Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia mencabut Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Peraturan tersebut menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan, termasuk dari Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. Kwarnas menyayangkan keputusan tersebut dan meminta Menteri Nadiem Makarim untuk meninjau kembali aturan tersebut. Menurut Kwarnas, Pramuka memiliki peran penting dalam membangun karakter bangsa.

Di sisi lain, Kemendikbudristek menjelaskan bahwa Pramuka tetap menjadi salah satu ekskul di sekolah, namun keikutsertaannya menjadi sukarela. Setiap sekolah wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka. Peserta didik tidak lagi wajib mengikuti ekskul Pramuka dan kegiatan di dalamnya seperti kegiatan perkemahan.

Meskipun demikian, Gus Dur, ulama kharismatik Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden ke-4 Republik Indonesia, pernah memberikan pesan tentang Pramuka. Gus Dur menegaskan bahwa Pramuka memiliki nilai-nilai kepramukaan yang penting dan dapat membantu mengatasi krisis multidimensional yang dihadapi bangsa.

Pesan Gus Dur tentang Pramuka juga diungkapkan oleh Khofifah Indar Parawansa. Menurut Khofifah, Pramuka mengajarkan pentingnya mencintai sesama dan alam semesta.