Islam, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, hakikatnya menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian. Islam mengajarkan umatnya untuk selalu bersabar, memaafkan, dan menghindari perselisihan. Umat Islam dianjurkan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai, seperti melalui musyawarah dan mufakat.

Perang bukanlah sesuatu yang diinginkan, melainkan jalan terakhir yang diizinkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Tujuan utama peperangan dalam Islam adalah untuk mempertahankan diri dari serangan atau melawan kezaliman.

Surat Al-Anfal ayat 61, mengandung pesan penting tentang perdamaian. Ayat ini menjelaskan bahwa jika musuh menunjukkan keinginan untuk berdamai, maka Nabi Muhammad diperintahkan untuk menyambutnya dengan penuh ketulusan. Sikap ini menandakan bahwa Islam menjunjung tinggi perdamaian dan selalu terbuka untuk dialog dan penyelesaian konflik secara damai.

Perintah untuk bertawakal kepada Allah setelah condong pada perdamaian menunjukkan bahwa manusia tidak boleh lengah dalam usahanya untuk mencapai perdamaian. Di satu sisi, manusia harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai perdamaian, dan di sisi lain, manusia harus selalu berserah diri kepada Allah dan memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.


Allah dalam surat Al-Anfal ayat 61 berfirman:

وَاِنْ جَنَحُوْا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Wa in janaḫû lis-salmi fajnaḫ lahâ wa tawakkal ‘alallâh, innahû huwas-samî‘ul-‘alîm.

Artinya, "(Akan tetapi,) jika mereka condong pada perdamaian, condonglah engkau (Nabi Muhammad) padanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya hanya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Ragam Tafsir

Syekh Nawawi Al-Bantani, dalam kitab Tafsir Marah Labib menjelaskan, ayat memerintahkan umat Islam untuk menerima perdamaian jika musuh menawarkannya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan selalu berusaha untuk menghindari konflik.

أي وإن مال الكفار للصلح بوقوع الرهبة في قلوبهم بمشاهدة ما بكم من الاستعداد فاقبله

Artinya, "Jika kaum kafir condong ke perdamaian karena ketakutan dalam hati mereka setelah melihat kesiapanmu, terimalah perdamaian itu." (Nawawi Al-Bantani, Marah Labid, [Beirut, Darul Kutub Al-l'Ilmiyah: 1417 H], jilid I, halaman 431).

3 Argumentasi Menerima Perdamaian

Penerimaan perdamaian oleh umat Islam bukan tanpa alasan.

  1. Allah swt dalam Al-Qur'an memerintahkan umatnya untuk selalu mencari perdamaian dan menghindari peperangan kecuali dalam kondisi terdesak. Hal ini tercermin dalam ayat tersebut.
  2. Penerimaan perdamaian membuka peluang bagi kaum kafir saat itu untuk mengenal Islam lebih dekat dan mungkin memeluknya. Dengan hidup berdampingan secara damai, umat Islam dapat menunjukkan akhlak mulia dan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya, sehingga menarik hati mereka untuk mempelajari agama Islam.
  3. Perdamaian memungkinkan umat Islam untuk memfokuskan diri pada pembangunan dan dakwah Islam. Tanpa terbebani oleh peperangan, umat Islam dapat mencurahkan perhatian dan energi mereka untuk membangun peradaban yang maju dan menyebarkan ajaran Islam dengan lebih efektif. Penerimaan perdamaian, dengan demikian, bukan berarti menyerah atau tunduk kepada musuh, melainkan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan Islam yang mulia.

Pada ayat lain, misalnya surat Al-Maidah ayat 32, Allah mengecam keras tindakan kekerasan dan mengancam dengan hukuman neraka. Tindakan seperti pembunuhan dengan kekerasan dianggap sebagai dosa besar dalam Islam dan akan dihukum dengan neraka jahannam. Hal ini karena pembunuhan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang mendasar, yaitu hak untuk hidup.

Allah menciptakan manusia dengan sempurna dan memberikan berbagai nikmat, termasuk hak untuk hidup. Karena itu, membunuh manusia adalah tindakan yang tidak menghormati penciptaan Allah dan melanggar hak asasi manusia.

Merujuk Ibnu Jarir dalam kitabnya Tafsir Jami'ul Bayan, Islam dengan tegas melarang segala bentuk kekerasan. Disebutkan bahwa membunuh satu jiwa sama saja dengan membunuh seluruh umat manusia. Pelaku tindakan keji ini akan mendapatkan balasan setimpal, yaitu neraka Jahanam.

وقال آخرون: معنى ذلك: إن قاتل النفس المحرم قتلُها، يصلى النار كما يصلاها لو قتل الناس جميعًا ”ومن أحياها”، من سلم من قتلها، فقد سلم من قتل الناس جميعًا

Artinya, "Dan ulama lain berkata, maksudnya, jika seseorang membunuh jiwa yang diharamkan, pembunuhnya akan masuk neraka sebagaimana jika dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa yang memelihara jiwa itu, maka dia telah memelihara seluruh umat manusia dari pembunuhan." (Ibnu Jarir, Tafsir Jami'ul Bayan, [Mesir, Darul Maarif: tt], jilid X, halaman 232).

Dalam kitab Tafsir As-Sam'ani karya Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani dijelaskan, "وَإِن جنحوا للسلم فاجنح لَهَا" maksudnya adalah الصُّلْح، memiliki makna perdamaian, rekonsiliasi, dan penyelesaian konflik.

Ayat ini menegaskan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi perdamaian. Ketika ada pihak lain yang menginginkan perdamaian, maka umat Islam diperintahkan untuk menyambutnya dengan penuh itikad baik. Hal ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang hobi berperang, melainkan agama yang selalu mengupayakan solusi damai dalam menyelesaikan konflik.

Perdamaian dalam Islam bukan hanya berarti terbebas dari peperangan, tetapi juga menciptakan suasana yang aman, tenteram, dan saling menghormati antarsesama. Umat Islam diharuskan untuk membangun hubungan harmonis dengan semua pihak, baik sesama Muslim maupun non-Muslim. Dengan demikian, tercipta kehidupan yang penuh kedamaian dan kebahagiaan.

قَوْله تَعَالَى: وَإِن جنحوا للسلم فاجنح لَهَا: الصُّلْح، وَمَعْنَاهُ: وَإِن مالوا إِلَى الصُّلْح فمل إِلَيْهِ

Artinya, "Jika mereka condong pada perdamaian, condonglah engkau (Nabi Muhammad) pada perdamaian. Maknanya adalah dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kamu padanya."

Sementara dalam Tafsir Al-Misbah Prof Quraish Shihab menyoroti tema perdamaian dalam Islam dalam kaitannya dengan ayat. Pakar tafsir Indonesia ini menguraikan bahwa pesan dalam ayat tersebut menekankan pentingnya perdamaian yang membawa kemaslahatan. Dalam konteks perang atau pertikaian, upaya untuk mencapai perdamaian menjadi lebih diutamakan daripada memperpanjang perselisihan yang hanya akan menyebabkan kerusakan dan kehancuran.

Ayat ini berkaitan dengan sikap yang harus diambil ketika menghadapi orang-orang yang tidak memusuhi umat Islam, tetapi justru condong untuk berdamai. Ayat ini menegaskan bahwa jika mereka, dalam hal ini orang-orang kafir, menunjukkan keinginan untuk berdamai, maka kita pun hendaknya condong kepada perdamaian tersebut.


Namun, jangan lupa untuk tetap bertawakal kepada Allah swt. Ini berarti kita harus berserah diri dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya setelah kita melakukan upaya yang terbaik. Yakinlah bahwa Allah swt Maha Mendengar segala perkataan dan Maha Mengetahui rencana kita maupun rencana mereka. Dia akan senantiasa melindungi kita.

Ayat ini juga mengingatkan bahwa bisa saja orang-orang kafir itu hanya pura-pura condong kepada perdamaian, padahal di baliknya tersimpan niat jahat. Namun, Allah swt meminta kita untuk tidak khawatir. Allah sendiri yang akan menjadi pelindung kita. Dia yang akan senantiasa mendukung dan menolong kita, seperti yang telah Dia lakukan di masa lalu ketika kaum Muslim masih berada di Mekah dan dalam Perang Badar. Pertolongan Allah SWT ini akan terus berlanjut di masa yang akan datang.

Dengan demikian, perdamaian adalah salah satu ajaran penting yang diperintahkan Tuhan kepada manusia. Hidup yang damai akan membawa ketenangan dan kenyamanan bagi semua orang. Kekerasan yang timbul dari berbagai golongan maupun antar kelompok hanya akan menciptakan keresahan dan penderitaan.

Dengan terwujudnya perdamaian, semua orang dapat hidup dengan lebih tenang dan fokus pada hal-hal positif dalam hidup. Kehidupan pun akan terasa lebih bermakna dan penuh dengan kebahagiaan. Kita dapat saling membantu dan berkontribusi untuk membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama.

Marilah kita bersama-sama mewujudkan cita-cita perdamaian ini dengan saling menghormati, menghargai perbedaan, dan selalu mengusahakan penyelesaian masalah dengan cara yang damai. Dengan demikian, kita dapat menciptakan dunia yang lebih indah dan penuh kedamaian bagi semua. Wallahu a'lam.


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat