KH. Bisri Sansyuri adalah salah satu tokoh penting di balik berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Beliau berasal dari Jombang, Jawa Timur.
Kiprahnya dalam dunia keislaman tanah air memang tak perlu diragukan lagi. Begitupun dengan khazanah keilmuan beliau.
Seperti yang diterangkan Nuruddin, salah satu santrinya dari Tulungagung, dilansir dari nu.or.id, menerangkan jika keilmuan Mbah Bisri memang diakui oleh banyak kyai lain dan juga para santrinya.
Di masanya itu, Kiai Bisri Syansuri mengajar kitab yang besar-besar atau tingkat atas, misalnya Fathul Mu'in. Sementara putra dan menantu beliau mengajar kitab yang lebih kecil dan mendasar, misalnya Taqrib. Santri Denanyar pada tahun-tahun itu kisaran 200-an.
Adapun yang ngaji langsung ke Kiai Bisri Syansuri tak sampai sepuluh orang.
Kiprahnya dalam dunia keislaman tanah air memang tak perlu diragukan lagi. Begitupun dengan khazanah keilmuan beliau.
Di masanya itu, Kiai Bisri Syansuri mengajar kitab yang besar-besar atau tingkat atas, misalnya Fathul Mu'in. Sementara putra dan menantu beliau mengajar kitab yang lebih kecil dan mendasar, misalnya Taqrib. Santri Denanyar pada tahun-tahun itu kisaran 200-an.
Sebagai sosok santri langsung Mbah Bisri, sosok ulama ahli fikih dan pendiri Nahdlatul Ulama, Kiai Nuruddin merasa perlu mengingati dawuh beliau, antara lain sebagai santri agar senantiasa sabar dan temen (bersungguh-sungguh).
Juga nasehat Kiai Bisri, "Umat Islam ojo ninggalne kesucian (umat Islam jangan meninggalkan kesucian). Yang suci, InsyaAllah hajatnya dipenuhi."
Juga nasehat Kiai Bisri, "Umat Islam ojo ninggalne kesucian (umat Islam jangan meninggalkan kesucian). Yang suci, InsyaAllah hajatnya dipenuhi."
Tidak hanya dalam keilmuan, beliau ternyata dikenal sebagai sosok yang begitu disiplin waktu. Sampai-sampai saat pergi ke luar, KH. Bisri Syansuri tidak mau waktunya terbuang hanya karena membeli makan di warung.
Kesaksian KH. Syamsul Huda tentang Kesederhanaan KH. Bisri Syansuri
Kisah ini diceritakan oleh salah satu santri KH. ABD Wahab Chasbullah sejak 1959, yakni KH Syamsul Huda dalam buku "KH Abdul Wahab Chasbullah Hidup dan Perjuangannya".
Tidak halnya dengan Mbah Wahab, beliau memilih praktis saja, makan di warung.
Dari percakapan dua sosok itu lah betapa kita bisa tahu, bahwa perbedaan pendapat itu lumrah adanya.
Mbah Bisri pun tetap dengan pendiriannya, beliau selalu pilih bawa bekal makanan sendiri saat keluar.
Sampai saat ini, nama beliau begitu disegani dan dihormati oleh masyarakat dan rakyat Indonesia, terutama para kaum Nahdliyin.