Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif atau yang lebih dikenal sebagai Buya Syafii Maarif adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang sangat disegani. Beliau tutup usia pada 27 Mei 2022 lalu di usia 86 tahun di RSU Muhammadiyah Gamping.

Buya Syafii  lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau. Ayahnya adalah kepala suku dan saudagar bernama Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu. Sementara ibunya, Fathiyah wafat ketika Syafii baru berusia 18 bulan.

Saat masih kecil, Buya Syafii bersekolah di Sekolah Rakyat (SR). Sedangkan untuk belajar agama, dia mengambil dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah sepulang sekolah di SR. Buya Syafii tamat dari SR pada 1947 tanpa ijazah karena saat itu masih terjadi perang revolusi kemerdekaan.

Usai menamatkan pealajaran di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Balai Tangah, Lintau, Syafii yang saat itu berusia 19 tahun pada 1953, merantau ke Yogyakarta. Dirinya melanjutkan pendidikan ke Madrasah Muallimin Yogyakarta sampai tahun 1956. Di Muallimin, dia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar.

Saat beranjak remaja, Buya semakin haus akan pengetahuan. Hingga akhirnya ia melanjutkan studi ke luar negeri. Buya pernah mengenyam pendidikan di universitas bergengsi di luar negeri, yakni Universitas Ohio Amerika Serikat hingga Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Meski demikian, ternyata Buya Syafi'i mempunyai kisah yang selama ini jarang terungkap. Kisah itu adalah bagimana kehidupannya bersama istri di awal-awal pernikahan.

1. Buya Syafi'i Menikah Tak Punya Modal untuk Maskawin

Ia menikahi wanita yang ia sebut sebagai bunga desa, yang bernama Nurkhalifah itu tanpa modal. Ya, bahkan Buya tak memiliki modal hanya untuk sekedar membeli maskawin pernikahan. "Dia bunga desa di sana dan sementara secara materi saya tak punya bekal apapun, termasuk tidak punya persiapan untuk sekadar membayar mas kawin," tutur Buya seperti dilansir dari liputan6.com.

Youtube Manah Salim


Diterangkan olehnya jika Lip, sapaan istrinya, adalah seorang dari keluarga yang mapan anak dari saudagar kaya. Bahkan Buya sendiri sempat heran kepada istrinya, kenapa mau menikah dengannya dan menjalani masa-masa prihatin. Dan saat itu, keduanya secara sosial sudah berbeda.

2. Menumpang Tempat Tinggal

Saat menikahi Lip, Buya masih menempuh studi doktoralnya di IKIP Yogyakarta (saat ini Unive. Negeri Jogjakarta).  Ia dan istrinya sat itu tinggal di rumah Nyonya Amir Kotagede secara cuma-cuma, dan Buya bekerja menulis buku pelajaran sekolah dan korektor Suara Muhammadiyah (SM).

Saat kuliah doktoral pun dirinya hanya bisa naik sepeda yang usang, setiap hari menmpuh jarak 7 km dari Kotagede ke Yogya pulang-pergi.

Di usia dua tahun pernikahan, tepatnya 1 Juni 1967, Buya diangkat sebagai pegawai negeri dengan jabatan asisten pegawai negeri. Gajinya saat itu Rp 868. Buya juga mendapat honor sebagai korektor di Suara Muhammadiyah.

Youtube Manah Salim


"Saya juga bingung, dia itu hidup mapan kenapa mau hidup prihatin," ucap Buya tentang istrinya.

3. Bertengkar Hebat dengan Istri

Buya sendiri menjelaskan tak punya tips atau resep khusus untuk menjadikan keluarganya harmonis. Ia sendiri mengakui beberapakali bahkan kerap bertengkar dengan istri. Namun seusai bertengkar, harus ada penjelasan dan jalan keluar sama-sama.

Seiring berjalan, kehiudpannya pun kian membaik. Namun, ternyata ada kabar kurang yang mengenakkan sesat sebelum Buya melangsungkan pernikahan.

muhammadiyah.or.id


Ia dikatakan sudah punya anak di Lombok dan Baturetno. Sudah jelas, kabar itu tidak benar.