DR. Muhammad Abu Musa Guru Besar Al-Azhar adalah tokoh Muslim yang dikenal sederhana. Salah satu kesederhanaan dari DR. Muhammad Abu Musa adalah perjalanannya dari rumahnya yang sederhana menuju Masjid Al-Azhar. 

Ketulusan Mengajar DR. Abu Muhammad Abu Musa

Usia DR. Muhammad Abu Musa sudah 83 tahun, namun suaranya masih lantang ketika mengajar, berwibawa, tak ada suara lain kecuali suara yang menghidupkan akal dan menyejukkan hati, dan semangatnya mengajar selalu menular kepada murid-muridnya. Seorang guru yang luar biasa dan benar-benar membentuk pikiran para muridnya.
istimewa


DR. Muhammad Abu Musa begitu rendah hati, “tugasku hanya mengajar, menjelaskan sebaik-baiknya, masalah kalian paham atau tidak, saya sudah lepas tangan, innaka la tahdi man ahbabta, kau tak bisa memberi hidayah orang-orang yang kau cintai,” katanya.

Kata beliau, seorang tukang sampah lebih baik daripada seorang dosen yang tak becus mengajar. As-shalihat memang selalu dikaitkan dengan keimanan di dalam al-Quran, tapi as-Shalihat (kebaikan-kebaikan) itu tak melulu soal ibadah. Kebaikan adalah segala sesuatu yang memudahkan manusia, mengindahkan bangsa. 

Berangkat dengan Menaiki Angkot

DR. Muhammad Abu Musa setiap hari Selasa ia menuju stasiun kereta dengan berjalan kaki dengan menenteng satu tas koper kecil berisi dua kitab: Al-Quran dan Dalailul I’jaz yang sudah sangat sangat lusuh, hampir setiap ikatan lembarnya terlepas. Dari stasiun Maadi Jadidah, DR. Muhammad Abu Musa berjejal dengan ratusan orang yang menaiki kereta menuju Atabah, lalu lanjut lagi menaiki angkot menuju Masjid Al-azhar. Perjalanan itu ia habiskan lebih dari 1 jam.

Hal itu sangat sederhana bagi seorang guru besar bergelar professor dan Syaikhul Balaghiyyin. Sebelum Dhuhur, DR. Muhammad Abu Musa sudah sampai ke Masjid Al-Azhar, ia tunaikan shalat dua rakaat, lalu adzan dikumandangkan, kemudian ia lakukan lagi sholat empat rakaat qabliyah lalu selesai shalat, ia lanjutkan empat rakaat bakdiyah.

Beberapa orang datang untuk mencium tanganya yang sudah menulis 30 lebih karya luar biasa itu, dengan sigap ia menarik tanggannya enggan untuk dicium. Sebagian yang lain ingin membawakan tas kecilnya, sebagian lagi ingin membawakan sepatunya, tapi ia selalu menolak, jika ada yang memaksa ia akan marah. Ia sangat sederhana, sangat rendah hati.